Saya Ciong Tai Sui? Beneran?!
Akhirnya
sampai juga di Taman Lumbini Berastagi Medan. Perjalanan turun gunung ini
berhenti di tengah jalan menuju ke tempat rekreasi satu ini, ya sekaligus
sembahyang atau memberi penghormatan.
Brrr..
Pagi yang dingin, dah mau jam 9 tapi kabut masih lumayan banyak.
Setelah
masuk dan mau jalan2 keliling lokasi, rupanya masih banyak jalan ditutup. Ya
udah, sembahyang aja deh, sekaligus pengennya meditasi.
Wah,
rame juga, ngak jadi ahh.. Ntar dikira lagi cari ilmu atau cari sensasi..
Bisa2
difoto dan dimasukin ke medsos sama pengunjung.. Haha..
Setelah
keliling lagi tanpa tempat sepi yang bagus, akhirnya memutuskan untuk keluar
dan mencoba berbelok kearah kota Berastagi. Eittss.. Ke Vihara aja deh, disana
ada satu Vihara yang lumayan terkenal, mudah2an sepi.
Dan
beneran, ngak rame banget.
Setelah
keliling2 dan makan (kebetulan ada yang jual makanan, tapi berhubung sepi jadi
kayak milik pribadi, hehe..), Saya naik ke lantai 2. Wahh.. mantap, di aula
sepi, meditasi aja deh..
Wiihhh..
Seru. Baru duduk bentar dah tiba2 kayak kosong.
Dan
rasanya… Hmmmm..
Eitss..
Haha.. Yang satu ini ngak usah dilanjutkan ceritanya. Pengalaman begini saya
ngak perlu jelasin, ntar dikira SINTING. Haha..
By
the way, yang mau saya certain sebenarnya hal menarik mengenai Ciong.
Ciong
mungkin bisa diartikan sebagai tidak cocok, berselisih, berseberangan.
Saat
saya tiba di Vihara tersebut, saya melihat ada barang yang diletakkan di atas
meja besar. Ada gelang, aneka souvenir untuk masing2 Shio, serta jimat.
Lama
melihat bersama beberapa pengunjung lain, seorang wanita datang mempromosikan
ini itu, tapi saya Cuma bilang saya hanya melihat aja, karena saya memang tidak
berniat beli barang itu.
Akhirnya
wanita itu bertanya, “kamu Shio apa?”. Sudah ditanya 2 kali akhirnya saya
jawab, daripada dibilang ngak sopan, “Shio Ayam cye”. Lalu wanita itu berkata,
“Aduhh, kamu Shio Ayam, tahun depan kamu ngak bagus, ciong Tai Sui, bagus ambil
ini (sambil mengambil sebuah bungkusan berbentuk paper bag seukuran bungkus rokok),
Cuma Rp xx doang”. Kemudian saya cuma bilang, “ya, makasih sudah tawarin, saya
lihat2 saja dulu ya”.
Waktu
itu saya lagi malas ngobrol panjang lebar, ntar pikirannya ntah kemana2.
Tapi
akhirnya kepikiran untuk membuat catatan ini sebagai pengingat diri. Haha..
Sebenarnya
kalau diingat kembali, ada beberapa hal bisa dibahas waktu itu..
Jikalau
saya bukan orang yang tau mengenai Dewa Tai Sui, maka saya akan bertanya..
Bila
saya ada ciong dengan Tai Sui. Apa sih itu Ciong? Dan kenapa dengan Tai Sui?
Tai
Sui Dewa yang mengurus tentang apa? Trus salah saya dengan Beliau itu apa saja?
Bagaimana
mengatasinya? Lalu setelah diselesaikan apakah nanti Dewa Tai Sui ada ciong
dengan saya lagi di tahun2 berikutnya?
Nah,
itu baru pertanyaan pembuka, belum lagi pertanyaan ketika jawaban dari itu
muncul.
Kan
namanya orang yang tidak tau apa2, jadi mirip anak kecil yang lagi penasaran
nanya ini itu, pertanyaannya bisa segunung kan?! Haha..
Kalau
yang jawab berpengetahuan dan bijak, pasti jawabannya bisa memberi pengertian
kepada si penanya yang kayak anak kecil, dengan sejelas2nya. Tapi kalau tidak?
Bisa emosian kan?! Hehe..
Tapi
jikalau saya orang yang tau mengenai Dewa Tai Sui, bisa jadi saya akan memulai
pertanyaan ringan seperti..
Saya
ciong dengan Dewa Tai Sui yang mana? (karena setau saya Dewa Tai Sui itu
berjumlah 60).
Saya
ciong dengan Dewa Tai Sui bagian apa? Tantangan atau hambatan apa yang saya
hadapi bila saya ciong dengan Dewa Tai Sui tersebut?
Nah
dari sini saya nantinya bisa menilai dan bertanya kembali dari jawaban yang
muncul.
Jika
jawabannya sesuai pengetahuan saya maka pertanyaan bisa dilanjutkan dan dibahas
bersama. Tapi jika jawabannya tidak sesuai bukankah muncul beberapa hal,
misalnya..
Membuat
kita jadi mengajarin orang karena orang itu pengetahuannya kurang.
Atau
membuat kita juga mengetahui ternyata ada beberapa versi cerita yang akhirnya
kita kembali bertanya seperti anak kecil.
Ataupun
akhirnya kami berdebat atau saling mengalah, dan bisa jadi akhirnya saling
menjelekkan di kemudian hari karena pengetahuan yang belum memadai tersebut.
Apapun
hasilnya, pasti diawali dengan ego duluan. Ego yang membuat kita merasa
sebenarnya kita lebih tau hal itu atau lebih pintar tentang hal itu. Ego yang
kadang membuat orang bisa menjadi kawan maupun lawan. Ego yang akhirnya bisa
membentuk untaian karma baru.
Jika
menjadi kawan masih tergolong bagus.
Tapi
jika menjadi lawan, gara2 ngomong dikit mengenai ciong malah membuat kita
menjadi ciong beneran sama manusia yang lebih bisa berbuat banyak dan menjadi
hal nyata (karena bagi saya, seseroang menjadi Dewa karena ada sedikit
kesempurnaan dalam dirinya disbanding manusia lain, jadi ngak mungkin karena
sedikit masalah sepele malah Dewa itu jadi bermusuhan sama kita).
Menurut
saya sih, ciong dengan 1 orang, 1 Dewa, atau 1 hal sudah cukup menimbulkan
masalah di kemudian hari. Tapi terkadang gara2 masalah sepele akhirnya bisa
menimbulkan beberapa ciong atau lebih, bukankah lebih parah?
Jadi
bagaimana menurut Anda? Anda yang putuskan.
Haha..
26
Desember 2016