Senin, 02 Januari 2017

Saya Ciong Tai Sui? Beneran?!



Saya Ciong Tai Sui? Beneran?!

Akhirnya sampai juga di Taman Lumbini Berastagi Medan. Perjalanan turun gunung ini berhenti di tengah jalan menuju ke tempat rekreasi satu ini, ya sekaligus sembahyang atau memberi penghormatan.
Brrr.. Pagi yang dingin, dah mau jam 9 tapi kabut masih lumayan banyak.

Setelah masuk dan mau jalan2 keliling lokasi, rupanya masih banyak jalan ditutup. Ya udah, sembahyang aja deh, sekaligus pengennya meditasi.
Wah, rame juga, ngak jadi ahh.. Ntar dikira lagi cari ilmu atau cari sensasi..
Bisa2 difoto dan dimasukin ke medsos sama pengunjung.. Haha..

Setelah keliling lagi tanpa tempat sepi yang bagus, akhirnya memutuskan untuk keluar dan mencoba berbelok kearah kota Berastagi. Eittss.. Ke Vihara aja deh, disana ada satu Vihara yang lumayan terkenal, mudah2an sepi.
Dan beneran, ngak rame banget.

Setelah keliling2 dan makan (kebetulan ada yang jual makanan, tapi berhubung sepi jadi kayak milik pribadi, hehe..), Saya naik ke lantai 2. Wahh.. mantap, di aula sepi, meditasi aja deh..

Wiihhh.. Seru. Baru duduk bentar dah tiba2 kayak kosong.
Dan rasanya… Hmmmm..
Eitss.. Haha.. Yang satu ini ngak usah dilanjutkan ceritanya. Pengalaman begini saya ngak perlu jelasin, ntar dikira SINTING. Haha..

By the way, yang mau saya certain sebenarnya hal menarik mengenai Ciong.
Ciong mungkin bisa diartikan sebagai tidak cocok, berselisih, berseberangan.

Saat saya tiba di Vihara tersebut, saya melihat ada barang yang diletakkan di atas meja besar. Ada gelang, aneka souvenir untuk masing2 Shio, serta jimat.
Lama melihat bersama beberapa pengunjung lain, seorang wanita datang mempromosikan ini itu, tapi saya Cuma bilang saya hanya melihat aja, karena saya memang tidak berniat beli barang itu.
Akhirnya wanita itu bertanya, “kamu Shio apa?”. Sudah ditanya 2 kali akhirnya saya jawab, daripada dibilang ngak sopan, “Shio Ayam cye”. Lalu wanita itu berkata, “Aduhh, kamu Shio Ayam, tahun depan kamu ngak bagus, ciong Tai Sui, bagus ambil ini (sambil mengambil sebuah bungkusan berbentuk paper bag seukuran bungkus rokok), Cuma Rp xx doang”. Kemudian saya cuma bilang, “ya, makasih sudah tawarin, saya lihat2 saja dulu ya”.

Waktu itu saya lagi malas ngobrol panjang lebar, ntar pikirannya ntah kemana2.
Tapi akhirnya kepikiran untuk membuat catatan ini sebagai pengingat diri. Haha..

Sebenarnya kalau diingat kembali, ada beberapa hal bisa dibahas waktu itu..

Jikalau saya bukan orang yang tau mengenai Dewa Tai Sui, maka saya akan bertanya..
Bila saya ada ciong dengan Tai Sui. Apa sih itu Ciong? Dan kenapa dengan Tai Sui?
Tai Sui Dewa yang mengurus tentang apa? Trus salah saya dengan Beliau itu apa saja?
Bagaimana mengatasinya? Lalu setelah diselesaikan apakah nanti Dewa Tai Sui ada ciong dengan saya lagi di tahun2 berikutnya?
Nah, itu baru pertanyaan pembuka, belum lagi pertanyaan ketika jawaban dari itu muncul.
Kan namanya orang yang tidak tau apa2, jadi mirip anak kecil yang lagi penasaran nanya ini itu, pertanyaannya bisa segunung kan?! Haha..
Kalau yang jawab berpengetahuan dan bijak, pasti jawabannya bisa memberi pengertian kepada si penanya yang kayak anak kecil, dengan sejelas2nya. Tapi kalau tidak? Bisa emosian kan?! Hehe..

Tapi jikalau saya orang yang tau mengenai Dewa Tai Sui, bisa jadi saya akan memulai pertanyaan ringan seperti..
Saya ciong dengan Dewa Tai Sui yang mana? (karena setau saya Dewa Tai Sui itu berjumlah 60).
Saya ciong dengan Dewa Tai Sui bagian apa? Tantangan atau hambatan apa yang saya hadapi bila saya ciong dengan Dewa Tai Sui tersebut?
Nah dari sini saya nantinya bisa menilai dan bertanya kembali dari jawaban yang muncul.
Jika jawabannya sesuai pengetahuan saya maka pertanyaan bisa dilanjutkan dan dibahas bersama. Tapi jika jawabannya tidak sesuai bukankah muncul beberapa hal, misalnya..
Membuat kita jadi mengajarin orang karena orang itu pengetahuannya kurang.
Atau membuat kita juga mengetahui ternyata ada beberapa versi cerita yang akhirnya kita kembali bertanya seperti anak kecil.
Ataupun akhirnya kami berdebat atau saling mengalah, dan bisa jadi akhirnya saling menjelekkan di kemudian hari karena pengetahuan yang belum memadai tersebut.

Apapun hasilnya, pasti diawali dengan ego duluan. Ego yang membuat kita merasa sebenarnya kita lebih tau hal itu atau lebih pintar tentang hal itu. Ego yang kadang membuat orang bisa menjadi kawan maupun lawan. Ego yang akhirnya bisa membentuk untaian karma baru.
Jika menjadi kawan masih tergolong bagus.
Tapi jika menjadi lawan, gara2 ngomong dikit mengenai ciong malah membuat kita menjadi ciong beneran sama manusia yang lebih bisa berbuat banyak dan menjadi hal nyata (karena bagi saya, seseroang menjadi Dewa karena ada sedikit kesempurnaan dalam dirinya disbanding manusia lain, jadi ngak mungkin karena sedikit masalah sepele malah Dewa itu jadi bermusuhan sama kita).

Menurut saya sih, ciong dengan 1 orang, 1 Dewa, atau 1 hal sudah cukup menimbulkan masalah di kemudian hari. Tapi terkadang gara2 masalah sepele akhirnya bisa menimbulkan beberapa ciong atau lebih, bukankah lebih parah?

Jadi bagaimana menurut Anda? Anda yang putuskan.
Haha..

26 Desember 2016