Rabu, 28 Desember 2016

Ketidaktahuan dan Melepaskan

Ketidaktahuan dan Melepaskan

Adakalanya Aku merasa sedih, kesal, emosi, marah. Sesuatu yang dimana saya dedikasikan hidup saya untuk memajukan sebuah usaha hingga membuatnya menjadi kembang dengan kinerja team terbaik melalui hal yang seadil2nya agar semua sama2 senang, akhirnya dibuat kecewa oleh segelintir orang yang tak disangka.

Tetapi apa daya, ibarat nasi sudah jadi bubur, apa yang terjadi tidak bisa diulangi. Yang ada hanya dipendam, ditelan walau pahit, seperti makan empedu ular yang tak terlihat.

Selama 3 tahun, walau kehidupan dijalani seperti biasa, berharap dengan berlalunya waktu rasa tersebut akan menghilang dengan sendirinya. Namun tetap saja hal itu terpikir kembali dan kadang datang dengan sering.

Lambat laun hal positif tergantikan hal negatif.
Bos, ini yang membuat hidup berantakan. Percayalah!!
Dan memang hidup jadi agak berantakan, tidak seperti sebelumnya yang selalu dalam keadaan tenang damai bahagia. So pasti kehidupan rumah tangga juga semerawutan..

Ahh.. Ini tak boleh berlanjut.. Harus diakhiri.. Tapi caranya?? Bingung!
Bingung ntah mau mulai dari mana. Biasanya beri pentunjuk atau nasehat pada orang lain, tapi nasehat untuk diri malah membal. Sisi manusia seseorang memang menunjukkan bahwa takkan ada dokter yang 100% bisa mengobati dirinya sendiri. Dia selalu butuh bantuan dari yang lainnya.

Akhirnya terpikirkan cara Sang Pangeran Siddharta, "mengapa tidak saya coba?"
Akhirnya saya bulatkan tekad, mencoba meninggalkan semua, bahkan HP atau gadget apapun yang selama ini menemani kesepian dan kegundahan ditinggal, bertujuan pergi selama beberapa hari mencari jawaban, mengurai, dan mencoba menyelesaikan masalah lalu menemukan hal positif yang mampu mengembalikan keadaan suka cita dalam hidup. Harus saya coba!

Perasaan pertama adalah bimbang, "Sanggup Ngak Ya??"
Dengan memberanikan diri, akhirnya saya berkelana dengan sepeda motor.
Ngak tau mau kemana yang penting bisa menenangkan pikiran dulu. Terlintas dipikiran adalah nikmati alam ajalah, cari tempat dimana bisa melihat langit, gunung, dan air terjun, jauh dari keramaian. Yuk, Gasss...

Harus diakui, dalam perjalanan, rasanya berat ninggalin rumah, istri dan anak. makin dijalani makin rindu.
Tetapi bila masih ada kemelekatan maka ego masih akan muncul, hasrat masih ada, kejadian pasti terulang lagi. Jadi harus bertekad keras harus mencapai kekosongan dulu, meninggalkan tanpa beban, berusaha melepas sepenuhnya, mencari tempat meditasi untuk menghilangkan ego atau ke-Aku-an, meningkatkan kesadaran dan ketenangan batin, seperti dulu daat belum berkeluarga.
Semangat!!

Singkat kata..
Dalam perjalanan ini saya menemukan 1 hal unik, dan ini pantas dicoba. Apa itu?

Saya teringat khotbah yang pernah saya dengar waktu saya masih SD di sebuah Vihara. Samar2 teringat, tetapi ringkasannya adalah seperti ini..

Ada seorang Pertapa dan Murid-nya yang hidup di hutan dan sedang berkelana. Suatu saat mereka sedang berjalan di tepi sungai. Mereka menemukan seorang wanita muda yang dengan paras cantik jelita bak dewi surga sedang berada di tengah sungai.
Rupanya si Wanita itu tidak bisa berenang, terseret arus sungai dan mau tenggelam. Dan beneran akhirnya tenggelam.. haha.
Serta merta sang Pertapa terjun dan menolong Wanita tersebut. Ditangkapnya, dirangkul dan digendongnya mendekati tepi sungai, lalu merebahkannya. Segera sang Pertapa berusaha membuat si Wanita agar cepat siuman, bahkan memberikan nafas buatan
Merasa Wanita tersebut sudah siuman dan kesadarannya pulih, Sang Pertapa dan Muridnya kembali melanjutkan perjalanan.

Selama perjalanan, sang Murid menggerutu dalam hati.
Katanya tidak boleh sentuh wanita, apalagi peluk gendong. Tapi mengapa Guru ini malah melakukan semuanya?? Hal tersebut terus diulanginya, menambah masam mukanya yang kelihatan bulat dan botak itu.

Sampai ditepi hutan, si Pertapa mengajak Muridnya untuk istirahat sejenak.
Sambil meminum air, si Murid yang dari tadi bermuka masam seperti lagi ngemut mangga muda akhirnya ditanya oleh Sang Guru, "Kenapa dengan wajahmu? Ada apa dengan dirimu?".

Oh hoho.. Meledaklah bom perasaan sang Murid. Segala unek2nya dikeluarkan semua, segala yang dipendam dimunculkan. Intinya mempertanyakan ajaran yang didapatnya selama ini tentang hubungan yang tabu dengan wanita.

Lantas apa yang dikatakan sang Pertapa?

Ia hanya tertawa ringan, lalu bilang..
"Kasihan Murid ku. Engkau memikul beban yang sangat berat ini.
Apa yang kulakukan tadi sudah kuletakkan di belakang, di masa lampau, di tepi sungai tadi.
Bahkan dari awal kejadian hingga saat ini saya tidak memikirkannya, apalagi merasakannya, bahkan saya sudah lupa bagaimana kejadiannya. Mengapa engkau memikirkan hal yang tidak perlu tersebut jika akhirnya membuat dirimu sendiri menderita? Semakin Engkau pikirkan, apalagi dihayati, bukankah akan membuatmu makin menderita? Lepaskanlah.."

Sang Murid terkejut dengan kata Guru-nya. Menyadari kebodohannya.
Akhirnya sang Murid tersadarkan.

Memang, terkadang hal yang membuat kita menderita bisa berasal dari luar kendali, tetapi yang paling berbahaya adalah dari dalam diri kita sendiri.

Disini saya juga tersadarkan, teringat ajaran Buddha dimana kebodohan adalah salah satu sumber penderitaan. Selama ke-Aku-an terlampau melekat, selama itu pula benih penderitaan siap untuk muncul.
Dari sisi Tao sebenarnya juga ada ajaran untuk melepas beban tak perlu. Selama kita memikul beban terlalu berat, kita akan selalu kesulitan menjalani perjalan berikutnya. Beban yang tak perlu tersebut harus dilepaskan agar bisa mendapatkan hal yang lebih baik kedepannya.

Dan ya.. Saya mendapat seberkas jawaban yang bisa menuntun saya menjadi lebih baik.
Terima kasih.



catatan 22 Desember 2016