Tu Di Gong
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Tu
Di Gong
|
||
Tudigong
|
||
Makna literal:
|
Dewa Tanah dan Bumi
|
|
|
||
nama
alternatif
|
||
土地 atau 土公
|
||
|
Tu
Di Gong (bahasa Tionghoa: 土地公; pinyin: tǔ dì gōng; Pe̍h-ōe-jī: Thó-tī-kong/Thó͘-tī-kong) atau Tudishen
(土地神 "Dewa Tanah dan Bumi"), juga dikenal dengan
sebutan Tu Di (土地), Tu Gong (社公;
土公), Tu Shen (社神), Pek Gong (伯公),
Tu Ti Hou Fu Shen (土地或福神), Sheshen (社神
"Dewa Kelompok Sosial"), Shegong (社公
"Penguasa Kelompok Sosial"), Tudijun (土帝君
"Penguasa Tanah"), atau juga disebut dengan nama Hou Tu (后土)
dan Dabo Gong (大伯公), adalah dewa bumi yang dipuja di Asia Timur dan sejarahnya berasal dari Cina. Seorang dewa yang terkenal, ia disembah oleh penganut kepercayaan tradisional Tionghoa dan Taoisme. Sebagian orang menganggap nama
resmi Tu Di Gong adalah Hanzi sederhana: 福德正神; pinyin: Fúdé zhèngshén atau Fudegong
(福德公 "Penguasa Berkah dan Kebajikan"). Umat awam
seringkali menyebut Tu Di Gong, "Kakek", yang menggambarkan kedekatan
hubungan dengan masyarakat awam.
Kultus
Penggambaran
Tu Di Gong digambarkan sebagai
seorang lelaki tua dengan jenggot putih yang panjang, mengenakan topi hitam
atau keemasan dan jubah merah atau kuning, yang menegaskan kedudukannya sebagai
seorang birokrat. Ia membawa tongkat kayu di tangan kanannya dan batang logam
emas di tangan kirinya. Pada masa kuno, jika salah satu penduduk suatu desa
berhasil lulus ujian negara dan menjadi gubernur suatu wilayah, patung Tu Di
Gong desa tersebut akan dikenakan topi serta jubah gubernur. Pada masa
sekarang, Tu Di Gong dipuja sebagai dewa kekayaan dan rezeki. Para pedagang dan
pebisnis akan berdoa kepadanya untuk memberkati pekerjaan mereka. Dia juga
mengusir roh-roh jahat, sehingga masyarakat menempatkan altarnya di rumah.
Tapi ada juga di beberapa tempat
yang menampilkan Tu Di dengan pakaian ala Cheng Huang Lao Ye (Dewa Pelindung
Kota), dengan wajah putih, berambut dan jenggot hitam. Ada juga yang
ditampilkan dengan berpasangan, yaitu Tu Di Gong di sebelah kiri, dan Tu Di Po
(Nenek Tu Di) di sebelah kanan. Biasanya dia selalu menggenggam sebongkah uang
emas di tangan kanannya. Tu Di Gong yang dipuja di dalam rumah umumnya tanpa
pasangan. Adakalanya sang Dewa Bumi ditemani oleh seekor harimau. Harimau ini
biasanya disebut Hu Jiang Jun (Hokkien=Houw Ciang Kun), ia dianggap dapat membantu Tu Di
mengusir roh-jahat dan menolong rakyat dari malapetaka. Versi lain menyebutkan
bahwa dua pengawal setia Tu Di Gong dan Tu Di Po adalah Bai Hu Shen (Hanzi=白虎神; pinyin=bái hǔ shén; lit. Dewa Macan Putih) dan Long Shen (Hanzi=龙神; pinyin=lóng shén; lit. Dewa Naga) yang bertugas melindungi
manusia dari gangguan manusia lain.
Seperti
Dewa penguasa tanah lainnya, Tu Di Gong mempunyai masa jabatan yang terbatas.
Jabatan Tu Di Gong biasanya diduduki oleh orang-orang yang selama hidupnya
banyak berbuat kebaikan dan berjasa bagi masyarakat. Setelah meninggal tokoh
pujaan rakyat itu lalu diangkat sebagai Tu Di Gong. Sebab itu tiap tempat
mempunyai Tu Di Gong tersendiri.
Perayaan
hari besar
Masyarakat
kuno bersembahyang kepada Tu Di Gong pada tanggal 15 bulan 8 Imlek, yaitu pada
masa panen akhir tahun. Festival ini dikenal dengan nama "Qiu Bao" (秋報);
pada hari itu, masyarakat melaporkan hasil panen tahun tersebut kepada Tu Di
Gong. Festival tersebut kini dikenal dengan nama Zhong Qiu Jie (中秋節)
atau Festival Musim Gugur. Ia juga dipuja setiap tanggal 2 dan 6 (penanggalan Imlek)
setiap bulannya, atau tanggal 1 dan 15 setiap bulan bersama dengan dewa-dewi
yang lain.
Indonesia
Pada masa
yang lalu banyak kaum pedagang yang bersembahyang pada tiap tanggal 1 dan 16
Imlek tiap bulan. Sembahyang ini disebut "zuoya" atau
"ya-fu" dengan tujuan untuk memohon perlindungan dan rejeki dari sang
Dewa. Upacara sembahyang pada tanggal 2 bulan 1 Imlek disebut
"tou-ya" (Thou-ge - Hokkian), tanggal 2 bulan 2 Imlik disebut
sembahyang "ya-li" untuk merayakan hari ulang tahun Tu Di, dan
tanggal 16 bulan 12 Imlek disebut "wei-ya" (atau penutup). Biasanya
sembahyang ini diikuti dengan perayaan yang dimeriahkan dengan pertunjukkan
wayang dan tari-tarian. Sedangkan kaum tani karena menganggap hasil jerih
payahnya itu adalah hasil lindungan dari sang Dewa Bumi mereka memilih tanggal
15 bulan 8 Imlek yaitu yang lazim disebut hari raya Zhong-qiu
untuk mengadakan sembahyang berterima kasih kepadanya karena hasil panennya
baik. Perayaan Zhong-qiu ini sangat meriah tidak hanya di dusun tetapi juga di
kota-kota.
Taiwan
Di Taiwan,
festival yang didedikasikan kepada Tudigong biasanya dilakukan pada tanggal 2
bulan 2 atau tanggal 15 bulan 8 penanggalan Imlek.
Sejarah
Pemujaan
Menurut para ahli sejarah, pemujaan
terhadap Tu Di Gong sebetulnya berasal dari gabungan pemujaan-pemujaan terhadap
Dewa-dewa Palawija seperti Xian Se, Tian Jun, Fang Shen, dan Shui Yong Shen,
dewa-dewa penunggu tanah seperti pemujaan Bunda Bumi oleh kaisar purba.
Pada China kuno, kekayaan
seseorang diukur dari luas tanah yang ia miliki. Hanya pada tanahlah seseorang
dapat menanam padi-padian, dan melalui padi-padian itulah seseorang dapat
bertahan hidup dan menjadi kaya. Hal tersebut yang menyebabkan kultus Tu Di
Gong berkembang pesat dan banyak "bentuk" Tu Di Gong yang diciptakan.
Meskipun ada banyak sekali Tu Di Gong, Tu Di Gong yang paling awal tercatat
sejarah adalah pada tahun 2514 SM pada suatu tempat bernama Jiu Zhou.
Dikatakan
bahwa, Kaisar Zhu Yuanzhang
(朱元璋) dari Dinasti Ming dilahirkan dalam sebuah kuil Tu Di
Gong. Itulah sebabnya pada zaman Dinasti Ming, kuil-kuil untuk Tu Di Gong
dibangun di seluruh penjuru negeri. Altar untuknya merupakan altar yang harus
dimiliki oleh setiap rumah tangga.
Tempat
pemujaan
Altar Tu
Di Gong di pemakaman Tionghoa
Pada masa kuno, hanya para pejabat
pemerintah yang diperbolehkan untuk membangun kuil pemujaan kepada tatanan para dewata. Masyarakat awam tidak diperbolehkan untuk berdoa di sana.
Namun, masyarakat menemukan cara untuk bersembahyang kepada Tu Di Gong; masyarakat
yang kebanyakan merupakan petani atau penggarap sawah yang miskin itu membuat
papan dari tanah liat kemudian meletakkan di tanah sebagai media untuk berdoa.
Itulah sebabnya altar untuk Tu Di Gong diletakkan di atas tanah, sementara
altar untuk Fu De Zheng Shen diletakkan di atas meja altar.
Pemujaan terhadap Dewa Bumi ini
sangat luas sekali wilayahnya. Di seluruh negeri, dapat dikatakan klenteng Tu
Di Gonglah yang paling banyak jumlahnya, dari yang berukuran besar hingga
teramat kecil sehingga tidak layak disebut Klenteng.
Umumnya kleteng pemujaan Tu Di Gong dinamakan Tu Di Miao atau Fu De
Ci (Fujian/Hokkian:
Hok Tek Su). Kuil-kuil kecil ini umumnya terdapat di dusun-dusun, di tepi
pematang sawah, bahkan di halaman rumah. Karena kecilnya, kadang-kadang untuk
satu orang bersembahyang saja sulit. Bahkan di desa-desa terpencil yang miskin,
pemujaan Tu Di Gong dilakukan di dalam sebuah jembangan air yang sudah pecah.
Jembangan itu dibalik dan dari bagian dinding yang pecah ditempatkan sebuah
arca Tu Di Gong. Oleh sebab itu ada istilah dikalangan umat yang mengatakan: you-wu
zhu da-tang, mei wu zhu po–gang yang berarti kalau ada rumah tinggal di
dalam ruangan besar, kalau tak ada rumah jembangan pecah-pun jadi. Biasanya
altar Tu Di Gong selalu digunakan sebagai pelengkap pada sebagian besar Klenteng.
Di Cina, setiap wilayah memiliki tempat
pemujaan untuk Tu Di Gong. Ia adalah seorang dewa yang berkuasa untuk mengatur
kejadian atas wilayah tertentu. Pada masa tradisional, wilayah yang dimaksud
biasanya berhubungan dengan pertanian atau cuaca. Dewa ini tidak sepenuhnya
berkuasa, tetapi ia adalah seorang birokrat
langit yang rendah hati yang mana penduduk dapat menyampaikan harapan pada saat
kekeringan
atau kelaparan.
Sekarang
ini, ia masih dipuja oleh masyarakat Tionghoa, dengan tempat pemujaan kecil
beserta penggambarannya, biasanya diletakkan dibawah altar, atau di bawah dekat
pintu rumah. Banyak pemuja berdoa kepadanya untuk kemakmuran dan kesejahteraan.
Ia juga biasanya disembah sebelum pemakaman jenasah guna berterima kasih atas
penggunaan lahan dan mengembalikan tubuh mereka ke bumi.
Tu
Di Gong dan Buddhisme
Dewa-Dewa
yang dianggap sebagai Tu Di Gong
Fu
De Zhen Shen
Fu De Zheng Shen sendiri merupakan
dewa rezeki yang memiliki wewenang dalam mengatur dan memberi rezeki pada
manusia. Ia memiliki pangkat yang lebih tinggi dibandingkan para dewa bumi atau
Tu Di Gong.
Sebuah
cerita mengatakan bahwa Fu De Zheng Shen sesungguhnya adalah seseorang yang
pernah hidup di zaman Dinasti Zhou, pada masa pemerintahan kaisar Zhou Wu Wang, bernama Zhang Fu De. Dia
lahir pada tahun 1134 SM. Sejak kecil, Zhang Fu De sudah menunjukkan bakat
sebagai orang yang pandai dan berhati mulia. Ia memangku jabatan sebagai
menteri urusan pemungutan pajak kerajaan. Dalam mejalankan tugasnya, ia selalu
bertindak bijaksana tidak memberatkan rakyat sehingga rakyat sangat
mencintainya. Ia meninggal pada usia 102 tahun. Jabatannya digantikan oleh
seseorang yang bernama Wei Chao. Wei Chao adalah seorang tamak dan rakus serta
kejam. Dalam menarik pajak ia tidak mengenal kasihan sehingga masyarakat sangat
menderita. Akhirnya karena penderitaan hidup yang tak tertahankan, penduduk
banyak yang pergi meninggalkan kampung halamannya sehingga sawah ladang banyak
terbengkalai. Mereka berharap mendapatkan pemimpin yang bijaksana seperti Zhang
Fu De yang telah meninggal. Sebab itulah kemudian mereka memuja Zhang Fu De
(Thio Hok Tek – Hokkian )sebagai tempat memohon perlindungan. Dari nama Zhang
Fu De inilah kemudian muncul gelar Fu De Zheng Shen yang dianggap sebagai Dewa
Bumi.
Da
Bo Gong
Umat Tridharma atau Taoisme kebanyakan mengira bahwa Da Bo Gong(Toa Pek Kong) dan Tu Di Gong adalah
Dewa yang sama karena penampilan mereka yang mirip. Sebenarnya, Da Bo Gong
adalah dewa perairan sementara Tu Di Gong adalah dewa bumi.
Hou
Tu
Pada masa Dinasti Qin, banyak masyarakat awam yang
ditangkap untuk bekerja paksa dalam proyek pembangunan Tembok Raksasa Cina. Banyak pria-pria dewasa dari Mengjiang yang akhirnya tewas dalam proyek
ini. Para wanita dari Mengjiang berduka cita sehingga mereka
menangis sepanjang perjalanan mereka menuju lokasi pembangunan. Setelah melalui
perjalan panjang yang sukar, mereka berhasil mencapai Tembok Besar dan melihat
tulang-belulang putih berserakan, tidak dapat teridentifikasi lagi. Seorang
pria tua berambut serta berjanggut kelabu tiba-tiba muncul dan berkata, "Teteskan
darahmu pada tulang. Jika tulang itu berubah warna, tulang itu adalah tulang
kerabatmu." Banyak yang mengikuti petunjuk itu sehingga mereka
berhasil menemukan tulang-belulang keluarga mereka. Kisah tersebut melahirkan legenda
mengenai Hou Tu.
Datuk
Gong
Gambar dewa masyarakat China di
Malaysia - Na Du Gong (拿督公)
Na
Du Gong (Hanzi =拿督公; pinyin=Ná Dū Gōng; POJ=Ná-tok-kong) adalah para roh penjaga lokal di Malaysia.
Salah satu variasi namanya adalah Datok atau Datuk (Datok Gong),
berasal dari bahasa Malaysia yang memiliki arti 'kakek'. Nama Datuk
digunakan sebagai panggilan kehormatan, demikian pula gelar Gong juga
merupakan gelar kehormatan. Salah satu versi asal mula pemujaan Na Du Gong
adalah bahwa mereka berasal dari pemujaan Tu Di Gong yang berasal dari China[9] dan Datuk Keramat yang merupakan dewa asli Malaysia.
Dewa-Dewi
lain yang berhubungan
Tu
Di Po
Pada kawasan pedesaan, ia seringkali
digambarkan memiliki seorang istri, Tu Di Po (土地婆 tǔ dì pó, secara harafiah berarti Dewi Bumi), pada altar
-berada disebelahnya. Ia dinilai sebagai seorang dewi yang setara dan penuh
kebaikan seperti suaminya, atau sebagai seorang wanita tua yang menggerutu yang
menunda doa suaminya, hal ini menjelaskan mengapa seseorang tidak selalu
mendapatkan perlakuan adil atas kelakuan yang baik.
Cerita lain menyampaikan bahwa Tu Di
Po seharusnya adalah seorang wanita muda. Setelah Tu Di Gong menerima peringkat
langit, ia memberikan segala sesuatu yang masyarakat minta. Ketika salah satu
dari dewa turun ke Bumi untuk melakukan pemeriksaan, ia melihat bahwa "Tu
Di Gong membagikan berkat tidak seperlunya. Segera setelah itu, dewa tersebut kembali
ke Istana Langit dan menyampaikan kepada Kaisar.
Setelah
Kaisar mendengar berita tersebut, ia mengetahui bahwa ada seorang wanita yang
akan dibunuh, tetapi wanita itu tidak bersalah. Oleh karena itu, Kaisar
memerintahkan seorang dewa untuk turun ke Bumi dan membawa wanita tersebut ke
langit. Ketika wanita itu dibawa ke langit, Kaisar menganugerahinya sebagai
istri Tu Di Gong. Ia diperintahkan untuk memantau seberapa banyak berkat yang
dibagikan oleh Tu Di Gong dan berkat tersebut tidak seharunya dibagikan secara
sia-sia. Hal inilah yang menyebabkan banyak penganut tidak ingin menyampaikan
doa kepada Tu Di Po karena takut jika Tu Di Po tidak memperbolehkan Tu Di Gong
memberikan berkat kemakmuran yang banyak kepada mereka.
Di
Zhu
Dizhu (bahasa Tionghoa: 地主神, berarti Roh Bumi) adalah
roh dalam kepercayaan China, yang setara dengan Tu Di Gong. Papan Roh Di Zhu bertuliskan (dua baris di
tengah) "kiri: Dewa Bumi untuk masyarakat Tang yang berada di luar wilayah), kanan: Naga dari lima sisi
dan lima bumi (Fengshui). Tulisan disamping berarti
"Kemakmuran datang dari sepuluh ribu arah dan bisnis datang dari ribuan
mil." Hal ini dipercayai bahwa Dewa Di Zhu memiliki kuasa untuk
mengumpulkan kemakmuran, dan penempatan papan harus diletakkan sesuai dengan
aturan Feng Shui.
Dewa-Dewa
Desa dalam Taoisme
Dalam Taoisme,
Dewa Desa terbentuk dari penyembahan akan bumi. Sebelum Dewa Kota mendominai di
Cina,
penyembahan akan tanah (bumi) memiliki tingkat hierarki dewa yang secara tegas
berlaku atas aturan sosial, dimana kaisar, raja, adipati, pejabat dan penduduk
awam diperbolehkan untuk menyembah kepada dewa-dewa tanah (bumi) dalam wilayah
kekuasaannya; dewa tanah (bumi) tertinggi adalah Ratu Bumi - satu dari empat penguasa. Berada
pada peringkat dibawah Dewa kota,
Dewa desa sangatlah terkenal dikalangan penduduk desa sebagai dewa-dewa utama
sejak abad ke-14 dimasa Dinasti Ming.
Beberapa pelajar berpendapat bahwa perubahan ini disebabkan oleh maklumat
kerajaan, karena dicatat bahwa kaisar pertama Dinasti Ming lahir di kuil Dewa
Desa. Perwujudan akan Dewa Desa adalah berpakaian sederhana, tersenyum, lelaki
berjenggot-putih. Istrinya, Nenek Desa, tampak seperti seorang wanita tua
biasa.
Sumber -
https://id.wikipedia.org/wiki/Tu_Di_Gong